Suatu saat Sahabat dan Cinta bertemu. Keduanya saling mengakrabkan diri satu sama lain.
Cinta bertanya kepada Sahabat,
“Kamu siapa dalam hidupnya?”
Sahabat pun menjawab, “Saya
adalah belahan jiwanya, selalu ada untuknya, memberinya es krim saat ia
terpuruk, menjadi tong sampah saat ia bersedih, menjadi sapu tangan saat
peluhnya bercucuran, dan menjadi cermin baginya saat ia bahagia. ”
Cinta melanjutkan perkataannya
“Saya mengerti posisi kamu dalam hatinya, saya tidak akan pernah menggugatnya. Kamu
sudah hadir jauh sebelum saya hadir dalam hidupnya. Tapi saya adalah cintanya,
kekasih hatinya, pernaungan bagi hati dan jiwanya. Karena itulah, saya pastikan
hidupnya selalu bahagia, tidak akan membuat air matanya terurai meski hanya
setetes. Saya mencintainya, menyayanginya, dan akan selalu menjadi bagian dari
dirinya. Hal yang terpenting yang harus
kamu yakini bahwa “Saya adalah IMAM
baginya.” Maka percayakanlah semua tentangnya kepada saya.”
Dengan tersenyum Sahabat
berkata, “Tentu saja, saya percaya. Tak terhitung berapa kali dia mengatakan ini, dengan wajah yang begitu merona dan senyum yang sumringah, "Aku sangat bahagia mencintainya, sobaat." Juga saya belum pernah saya melihatnya sebahagia saat ia bersama kamu, bahkan
saat ia bersama saya. Maka jangan sekali-kali
kamu siakan dia atau salah paham terhadap saya. Saya titipkan hidup sahabat
sejati saya itu kepada kamu.”
“Tentu saja, karena dia adalah Istriku.” Lontar Cinta dengan bahagianya.
Begitulah ketika Sahabat
dan Cinta seorang wanita bertemu.